Saturday, June 18, 2016

Jad - Yahudi Berjasa Pada Islam


Jad, 7 tahun, kanak-kanak dari era tahun 40-an, tinggal bersama keluarganya di apartmen di sebuah kota di Perancis. Dia lahir dari keluarga Yahudi yang taat dan berpendidikan tinggi. Ibunya salah seorang profesor di universiti terkemuka di Perancis ketika itu.

Di salah satu sudut tingkat bawah apartmen tersebut, ada sebuah kedai serbaneka kecil yang menjadi tempat bagi warga sekitar untuk memenuhi keperluan seharian mereka, termasuk keluarga Jad. Kedai itu milik seorang keturunan Turki, Ibrahim, 67 tahun, yang sangat sederhana, bukan dari kalangan berpendidikan tinggi.

Jad hampir setiap hari berbelanja di kedai itu. Bila berbelanja, selalunya, tanpa pengetahuan Ibrahim, --setidaknya begitu sangkaannya--, diam-diam dia mengambil sebiji coklat. Sampai suatu hari dia terlupa mengambil (kiranya mencurilah) coklat tersebut. Ketika melangkah meninggalkan kedai itu, Ibrahim memanggilnya dan berkata, "Jad, kamu lupa sesuatu, nak." Jad memeriksa barangannya tetapi tidak menemui sesuatu yang terlupa.

"Bukan itu, "kata Ibrahim. "Ini," sambil memegang coklat yang biasa diambil Jad. Tentu saja Jad terkejut dan ketakutan. Takut bila Ibrahim menyampaikan 'hal memalukan' tersebut kepada orang tuanya. Reaksinya, bengong dan pucat.

"Tak mengapa, nak. Mulai hari ini kau boleh ambil sebiji coklat percuma sebagai hadiah. Tapi, berjanjilah untuk jujur dan mengakuinya." kata Ibrahim sambil tersenyum.

Sejak hari itu, Jad menjadi sahabat Ibrahim. Dia tidak hanya datang berjumpa Ibrahim untuk berbelanja, tetapi juga menjadikan Ibrahim tempat bercerita dan berkongsi masalahnya. Bila menghadapi suatu masalah, Ibrahim adalah orang yang pertama diajaknya berbicara. Dan, bila itu terjadi, Ibrahim tidak pernah langsung menjawabnya, namun selalu menyuruh Jad menunggu untuk membolehkan Ibrahim membuka halaman sebuah buku tebal yang tersimpan dalam sebuah kotak kayu. Ibrahim akan membaca dua halaman tersebut tanpa suara, kemudian menjelaskan jawapan dari masalah yang dihadapi Jad.

Hal tersebut berlangsung selama lebih kurang 17 tahun. Sampai satu ketika salah seorang anak Ibrahim mendatangi Jad dan memberikan kotak tersebut kepadanya lalu membawa berita yang sangat menyedihkan Jad yang ketika itu sudah menjadi seorang anak muda. Ibrahim, sahabat sejatinya telah meninggal dunia. Kotak berisi kitab itu diterimanya penuh terharu.

Satu ketika, Jad berhadapan dengan satu masalah pelik. Dia mengambil kotak itu dan membuka kitab yang ada di dalamnya, sebagaimana yang sering dilakukan dengan Ibrahim. Ternyata kitab itu bertuliskan huruf Arab. Dia meminta temannya berbangsa Tunisia supaya menjelaskan makna dari 2 halaman yang dipilihnya secara rawak.

Si teman pun membacakan makna tulisan itu. Sungguh, apa yang disampaikan temannya seakan jawapan khusus bagi masalah yang sedang Jad hadapi. Jad lalu bertanya kepada sahabatnya: _"Ini kitab apa?"

"Al-Qur'an, kitab suci Umat Islam."

Jad jadi terkejut dan takjub mendengar hal tersebut. Dia langsung bertanya cara dan syarat untuk menjadi seorang muslim.

Dijawab oleh temannya berketurunan Tunisia itu, "Mudah, syahadat dan berusaha menjalankan syariah."

Hari itu Jad memeluk Islam dan menukar namanya menjadi *Jadullah Al-Qurani*. Dia berjanji untuk mempelajari Al-Quran dengan sebaik-baik dan semampunya.

Tentu saja keluarganya yang beragama Yahudi, terutama ibunya yang berjawatan profesor itu sukar hendak menerima hal tersebut lalu berusaha untuk mengembalikan Jad kepada kepercayaannya yang asal. Si Ibu bertungkus lumus dengan pelbagai cara bahkan mengajak teman-teman dari kalangan intelektual Yahudi untuk memberi penjelasan kepada Jad. Ini berlangsung selama 30 tahun. Namun, tidak berhasil. Pengaruh Ibrahim yang bersahaja, ternyata mengalahkan semua orang-orang pintar di sekitar Jad.

Jadullah pernah berkata, "Saya jadi Muslim di tangan seorang lelaki yang tidak pernah berbicara tentang agama. Tak pernah berkata" Kamu Yahudi, kamu Kafir, "belajarlah agama, jadilah muslim". Tapi, dia menyentuh saya dengan *akhlak*, sebaik-baiknya perilaku. Memperkenalkan kepada saya sebaik-baik kitab, Al-Qur'an."

Jadullah Al-Qur'ani meninggal dunia pada tahun 2003. Dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang Muslim - lebih kurang 30 tahun - dia telah mengislamkan lebih dari *6 juta orang* di Afrika. Ibunya pula memeluk Islam pada tahun 2005, pada usia 78 tahun, dua tahun setelah meninggalnya si anak tersayang, Jadullah Al-Qur'ani.

*****

Ini kisah benar yang luar biasa yang amat berinspirasi, terutama bagi para pendakwah. Semoga kita termasuk di kalangan muslim yang bermanfaat kepada orang lain.

[Sumber: FB Ustaz Hasnan Fan Club]

No comments:

Post a Comment