Saturday, June 7, 2014

Tafsiran Ayat Tentang Puasa

serenemaklong.blogspot.com
Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Iaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (iaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al-Baqarah : 183-184) ............................................. Allah swt berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. iaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas kerana Allah swt. Kerana di dalamnya terdapat pensucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari fikiran-fikiran yang buruk dan akhlak yang rendah. Allah swt menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibnu Katsir : 11313) ...................................................... Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Iaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah swt, Yakni dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisiNya. Agar orang beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua perintahNya serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang diharamkanNya. (Tafsir Ayatul Ahkam oleh Ash-Shabuni : I/192) .....................................................
Ketika Allah swt menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya iaitu puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya. Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firmanNya : “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah : 184) ........................................................ Kerana biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tidak lagi melakukan perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsirul Latnifil Mannam Fi Khulashati Tafsiril Qur’an, oleh Ibnu Sa’di : 56) ............................................. Dan firman Allah swt : “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain.” (Al-Baqarah : 184) ........................................... Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam keadaan bermusafir, kerana hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka dan mengqadhanya sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari lain. Adapun orang sihat dan mukim (tidak bermusafir) tetapi berat (tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi makanan. Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas ra berkata: “Kerana itulah Allah swt berfirman : Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Tafsir Ibnu Katsir : 1/214) ...............................................................
Firman Allah swt : “(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeza (antara yang hak dan yang bathil). Kerana itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka (maka wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah : 185)
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur’an yang dengannya Allah memuliakan umat Muhammad diturunkan untuk pertama kalinya. Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeza antara yang hak dengan yang bathil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram. Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan kerana bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hambaNya kecuali kemudahan. Kerana itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan (Tafsir Ayarul Ahkam oleh Shabuni : I/192), dan memerintahkan mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak zikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya bulan Ramadhan.
Kerana itu Allah swt berfirman : “Allah mengkehendaki kemudahan bagimu, dan tidak mengkehendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (Al-Baqarah : 185) Maksudnya, “Bila kamu telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah swt, taat kepadaNya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasanNya (hukum), maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur kerananya.” (Tafsir Ibnu Katsir : 1/218) ..................................................................... Allah swt berfirman : “Dan apabila para hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku memakbulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku, dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah : 186) ................................................. Sebab turunnya ayat: Diriwayatkan bahwa seorang Arab Badui bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita berteriak (memanggilNya ketika berdoa)?” Rasulullah saw hanya terdiam, sampai Allah swt menurunkan ayat di atas. (Tafsir Ibnu Katsir : I/219) .................................... Tafsiran ayat----- Allah menjelaskan bahwa DiriNya adalah dekat. Ia memakbulkan doa orang-orang yang memohon, serta memenuhi keperluan orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara DiriNya dengan salah seorang hambaNya. Kerana itu, sepatutnya mereka menghadap hanya kepadaNya dalam berdoa dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan padaNya semata. (Tafsir Ibnu Katsir : I/218) Adapun hikmah penyebutan Allah swt akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak doa berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada kesungguhan dalam berdoa, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap kali berbuka.
ANJURAN DAN KEUTAMAAN DOA: Banyak sekali nas-nas yang memotivasi untuk berdoa, menerangkan fadhilahnya (keutamaan) dan mendorong agar suka melakukannya. Di antaranya adalah sebagai berikut : Firman Allah swt : “Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Ghaafir : 60)................. Di dalamnya Allah memerintahkan berdoa dan Dia menjamin akan memakbulkannya. Firman Allah swt : “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raf : 55).................... Maksudnya, berdoalah kepada Allah dengan menghinakan diri dan secara rahsia, penuh khusyuk dan merendahkan diri. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas“. Yakni tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdoa atau lainnya, orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas dalam berdoa adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdoa. Dalam Sahihain, Abu Musa Al-Asy’ari berkata : “Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdoa, maka Rasulullah saw bersabda: Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada Zat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Zat yang kama berdoa padaNya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat.”............................. Firman Allah swt : “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadaNya, dan yang menghilangkan kesusahan?” (An-Naml : 62)................................... Maksudnya, apakah ada yang sanggup mengkabulkan doa orang yang kesulitan, yang digoncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang mengongkonginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata? Dari An-Nu’man bin Basyir ra, dari Rasulullah saw, baginda bersabda : “Doa adalah ibadah.” (Hadis riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi berkata, hadis hasan sahih)........................ Dari Ubadah bin As-Shamit ra ia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “Tidak ada seorang muslim yang berdoa kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia memakbulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat.” .............................. Maka berkatalah seorang laki-laki dari kaum : “Kalau begitu, kita memperbanyak (doa).” Rasulullah saw bersabda: “Allah memberikan kebaikanNya lebih banyak daripada yang kalian minta.” (Hadis riwayat At-Tirmidzi, ia berkata, hadis hasan sahih | Lihat kitab Riyadhus Shalihin : 612 dan 622)
Lalu Allah swt : “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahawasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, kerana itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, iaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” (Al-Baqarah : 187)
Sebab turun ayat---------Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra’ bin ‘Azib, bahawasanya ia berkata : “Dahulu, para sahabat Rasulullah saw, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi dia tidur sebelum berbuka, dia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga petang.” Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya : “Apakah engkau memiliki makanan?” Dia menjawab,“Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu.” Padahal siang harinya dia sibuk bekerja, kerana itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala dia melihat suaminya (tertidur) ia berkata,“Celaka kamu................" Ketika sampai tengah hari, dia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Rasulullah saw, sehingga turunlah ayat ini : “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu.” Maka mereka sangat bersukacita kerananya, kemudian turunlah ayat berikut : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, iaitu fajar.” (Lihat kitab Ash Shahihul Musnad Min Asbain Nuzul : 9)
Tafsiran ayat----- Allah swt berfirman untuk memudahkan para hambaNya sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam hari makan dan minum : “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukan rafats dengan isteri- isterimu.” ................................ Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah swt membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan keperluan biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah swt pada mereka. Allah swt menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah penutup bagi lelaki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya. Ibnu Abbas berkata : “Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi mereka.” ................................ Dan Allah swt membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat iktikaf. Kerana ia adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah swt menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar perintah-perintahNya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasanNya. Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para hambaNya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan syariat Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayatil Ahkam, oleh Ash-Habuni : I/93)

No comments:

Post a Comment