Thursday, December 8, 2011

Dajal Keluar Di Hujung Fitnah Duhaima'


serenemaklong.blogspot.com

SALAH satu persoalan yang perlu mendapat perhatian serius tentang huru-hara menjelang kiamat adalah fenomena Fitnah Duhaima’Kita mesti mengambil tahu mengenai hakikat dan bentuk fitnah ini.

Sebahagian ulama menyatakan bahwa fitnah ini belum terjadi dan sebahagian lainnya mengatakan bahwa ia sudah dan sedang terjadi.

Riwayat yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar yang berkata:
“Suatu ketika kami duduk-duduk di hadapan Rasulullah saw memperbincangkan soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau juga menyebut tentang Fitnah AhlasMaka, seseorang bertanya: ‘Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas?’ Beliau menjawab : ‘Yaitu fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, kerana sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihentamnya. Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justeru berlanjutan, di dalamnya seorang lelaki pada pagi hari beriman, tetapi pada tengah hari menjadi kafir, sehingga manusia terbahagi kepada dua golongan: Golongan keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan golongan kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau esoknya.[1]

Jika melihat dari teks yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas, nampaknya hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab munculnya fitnah berikutnya. Sebagaimana tersebut dalam nas di atas, beliau mengungkapkan dengan kalimat “tsumma” yang bermakna kemudian. Ini menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam beberapa waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma” menunjukkan jeda waktu yang tidak pasti, namun menunjukkan makna “tertib” (kejadian yang berurutan).

Mengenai fitnah pertama iaitu Fitnah Ahlas, sebahagian berpendapat ia sudah terjadi semenjak zaman para sahabat, di mana Al-Faruq ‘Umar bin Khaththab adalah merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah ini, sebagaimana yang diterangkan Nabi saw ketika beliau berkata kepada ‘Umar:
Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.”[2] 

Sabda Rasulullah saw, ini memang menjadi kenyataan di mana ketika ‘Umar baru saja meninggal dunia, hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum Muslimin dan ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini. Sejak wafatnya Umar Ibnul Khaththab, kaum muslimin terus diburu oleh fitnah tersebut.

Imam Ali Al-Qaari menyatakan yang dimaksudkan dengan Fitnah Sarra’ini adalah nikmat yang menyenangkan manusia, berupa kesihatan, kekayaan, selamat dari musibah dan bencana. Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ kerana ia terjadi disebabkan timbulnya  berbagai maksiat akibat kehidupan mewah, atau kerana kekayaan tersebut menyenangkan musuh.

Mengenai Fitnah Duhaima, perkataan duhaima’ merupakan bentuk tasghir(pengecilan) dari kata dahma’, yang bererti hitam kelam dan gelap. Fitnah ini akan meluas dan  melibatkan  seluruh umat ini. Meskipun manusia menyatakan fitnah tersebut telah berhenti, ia akan terus berlangsung dan bahkan mencapai puncaknya. [3]

Ada beberapa ciri khusus dari fitnah ini yang tidak dimiliki oleh fitnah sebelumnya:

·        Fitnah ini akan menghentam semua umat Islam (lebih khusus lagi bangsa Arab). Tidak seorang pun dari warga Muslim yang terlepas. Fitnah ini menggunakan lafaz “lathama” yang bererti menghentam, atau memukul bahagian wajah dengan tapak tangan (menempeleng/menampar). Ini gambaran fitnah yang sangat keras dan ganas.

·        Fitnah ini akan terus berlangsung, tanpa manusia mengetahui bila ia akan berakhir. Bahkan ketika ada manusia yang berkata bahawa fitnah itu sudah berhenti, yang terjadi adalah sebaliknya.

·        Kesan yang ditimbulkan oleh fitnah ini ialah munculnya sekelompok manusia yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di waktu petang menjadi kafir. Fitnah ini akan mencabut keimanan seseorang hanya dalam satu hari.

·        Proses kemurtadan pada sebahagian umat Islam berlangsung begitu cepat dalam tempoh  yang tidak diketahui. Manusia terus berguguran satu persatu dalam kekufuran, dan puncak daripada kejadian ini ialah manusia terbahagi kepada dua kelompok (fusthathain): Kelompok iman yang tidak tercampur dengan kenifakan dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan.

Benarkah Fitnah Duhaima’ sudah terjadi?

Sebahagian pemerhati hadis fitnah berpendapat bahwa Fitnah Duhaima’ sudah terjadi dan terus berlangsung. Di antara hakikat dari fitnah tersebut ialah:

Fitnah demokrasi yang dipaksakan oleh barat kepada dunia. Sebenarnya demokrasi sudah dimulai dari Perancis pada sekitar abad 18. Ketika itu ideologi demokrasi masih belum ‘laku’. Pada abad 20, bahkan hingga ke awal abad 21, negara barat ‘memaksa’ seluruh dunia menggunakan sistem tersebut sebagai ideologi yang harus dipakai oleh setiap negara.

Ideologi yang menjadikan keputusan berada di tangan rakyat tanpa memperhatikan apakah ia sesuai dengan hukum Islam atau bertolak ke belakang, jelas merupakan sebuah ideologi kufur yang ditentang oleh para ulama. Kekafiran sistem ini menolak `penglibatan` Allah dalam sesuatu keputusan undang-undang.
Ideologi ini menjangkiti beberapa negara dengan majoriti Muslim yang sebelumnya menolak untuk dijadikan sebagai landasan bernegara.

Pendapat lain pula ialah fitnah perang terhadap terorisme yang sebenarnya bererti perang terhadap Islam dan umat Islam, khususnya umat Islam yang memiliki jalan jihad sebagai cara untuk menegakkan agama (iqamatuddin).

Dalam hal ini, jika Fitnah Duhaima’ diertikan dengan fitnah demokrasi, maka fenomena terjerumusnya umat pada kekufuran juga sangat nyata.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, demokrasi merupakan ideologi kufur yang tidak memerlukan campur tangan Allah dalam urusan manusia dengan dunianya. Keengganan sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum Allah sebagai aturan hidup dan menjadikan pendapat majoriti sebagai acuan dalam mengambil setiap aturan hidup merupakan bentuk kesyirikan nyata. Dengan demikian, besar kemungkinan semua pihak yang turut mengambil bahagian dalam tegaknya sistem demokrasi ala barat ini akan terjerumus dalam lubang kekafiran. Dan hakikat seperti ini tidak disedari oleh kebanyakan manusia. Wal iyadz billah.

Wallahu A’lam bish shawab, untuk sementara pendapat tentang Fitnah Duhaima’ yang bermakna ideologi demokrasi sekular liberal dan perang melawan umat Islam atas nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran dari pada fitnah televisi dan hiburan. Dan sesungguhnya, pemaksaan ideologi demokrasi sekular liberal sebenarnya juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan fitnah terorisme ini. Kerana pemaksaan demokrasi sekular liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap konsep khilafah dan kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah yang hari ini menjadi cita-cita kelompok yang dituduh sebagai teroris itu. Wallahu A’lam bish shawab.

Dajal keluardi hujung Fitnah Duhaima’?

Berdasarkan riwayat di atas, Dajjal akan keluar untuk kali terakhir di hujung Fitnah Duhaima’ ini. Lalu, jika benar fitnah demokrasi dan perang melawan terorisme merupakan Fitnah Duhaima’, di mana kaitannya dengan kemunculan Dajjal dan bagaimana kita dapat mengetahuinya?

Jika melihat dari periodesasi umat Islam yang dimulai dari fasa nubuwah, kemudian fasa khilafah nabawiyah (khulafaaur rasyidin), kemudian fasa mulkan adhud (yang dimulai dari bani Umayyah hingga Turki Uthmani), lalu dilanjutkan dengan mulkan Jabbar (kekuasaan diktator) yang berakhir dengan munculnya ideologi demokrasi, maka fasa kemenangan ideologi demokrasi merupakan tanda dekatnya janji Rasulullah saw. akan kemunculan fasa khilafah rasyidah nabawiyah ‘alamiyah (dalam skala antarabangsa). Sebab, Rasulullah saw. menyebut akan kemunculan khilafah rasyidah ini setelah tumbangnya mulkan jabbar. Dengan kata lain, kehadiran ideologi demokrasi yang menumbangkan mulkan jabbar justru menjadi tanda semakin dekatnya kebangkitan Islam yang ditandai dengan khilafah rasyidah dengan Imam Mahdi sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.[4]

Kemunculan Imam Mahdi dengan ideologi garis keras dan fundamental yang menginginkan syari’at Islam sebagai satu-satunya aturan hidup manusia, sudah pasti akan meruntuhkan ideologi demokrasi dengan semua turunannya (liberalisme, kapitalisme, sekularisme dll), di mana pada hari ini kesemua isme jahat itu banyak dianuti oleh majoriti negara berpenduduk Muslim.

Untuk hal itu Rasulullah saw. telah memberikan janji akan kembalinya Islam ke setiap rumah yang dilewati oleh siang dan malam. Jika ia menjadi kenyataan, maka jelaslah hubungan kemunculan Dajjal dan Fitnah Duhaima’ ini.

Saat ini, setiap seorang daripada kita (walau dari kelompok manapun) terus berusaha untuk menjadi Muslim terbaik dan terdekat dengan sunnah Rasulullah saw. 

Sesiapa yang bergabung dan mendukung Al-Mahdi, dialah mukmin sejati dan sesiapa yang menolak –dengan alasan apapun- maka dia adalah munafik sejati. Itulah makna sehingga manusia terbahagi menjadi dua golongan; golongan beriman yang tidak mengandung kemunafikan dan golongan munafik yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau esoknya.[5]

Rujukan:

[1] HR. Abu Dawud, Kitabul Fitan no. 4242, Ahmad 2/133, Al-Hakim 4/467, Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 4194, Silsilah Ahadits Shahihah no. 974.
[2] Diriwayatkan dalam hadis Hudzaifah yang masyhur dalam kitab Bukhari dan Muslim.
[3] Selengkapnya lihat ‘Annul Ma’bud 11/310-311 dan Jaami’ul Ushul 10/25
[4] Dalam hal ini, perlu diskusi panjang tentang ‘Apakah Mungkin Khilafah Rasyidah akan terjadi sebelum kemunculan Imam Mahdi’.
[5] Silsilah Ahadits Shahihah no. 974.

No comments:

Post a Comment