serenemaklong.blogspot.com
SALAH
satu persoalan yang perlu mendapat perhatian serius tentang huru-hara menjelang
kiamat adalah fenomena Fitnah Duhaima’. Kita mesti mengambil tahu mengenai
hakikat dan bentuk fitnah ini.
Sebahagian ulama menyatakan bahwa fitnah ini belum
terjadi dan sebahagian lainnya mengatakan bahwa ia sudah dan sedang terjadi.
Riwayat yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini
adalah sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar yang berkata:
“Suatu ketika kami duduk-duduk di hadapan Rasulullah saw
memperbincangkan soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya.
Sehingga beliau juga menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka,
seseorang bertanya: ‘Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas?’ Beliau menjawab
: ‘Yaitu fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah
Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang
dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, kerana sesungguhnya
waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang
seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah
Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali
dihentamnya. Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justeru berlanjutan,
di dalamnya seorang lelaki pada pagi hari beriman, tetapi pada tengah hari
menjadi kafir, sehingga manusia terbahagi kepada dua golongan: Golongan
keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan golongan kemunafikan yang tidak
mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal
pada hari itu atau esoknya.[1]
Jika
melihat dari teks yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas, nampaknya
hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling berhubungan satu sama
lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab munculnya fitnah berikutnya.
Sebagaimana tersebut dalam nas di atas, beliau mengungkapkan dengan kalimat “tsumma”
yang bermakna kemudian. Ini menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan
terjadi dalam beberapa waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus
terjadi hingga puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat
“tsumma” menunjukkan jeda waktu yang tidak pasti, namun menunjukkan makna “tertib”
(kejadian yang berurutan).
Mengenai
fitnah pertama iaitu Fitnah Ahlas, sebahagian berpendapat ia
sudah terjadi semenjak zaman para sahabat, di mana Al-Faruq ‘Umar bin Khaththab
adalah merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah ini,
sebagaimana yang diterangkan Nabi saw ketika
beliau berkata kepada ‘Umar:
Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang
akan hancur.”[2]
Sabda
Rasulullah saw, ini
memang menjadi kenyataan di mana ketika ‘Umar baru saja meninggal dunia,
hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum Muslimin dan
ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini. Sejak wafatnya Umar Ibnul
Khaththab, kaum muslimin terus diburu oleh fitnah tersebut.
Imam
Ali Al-Qaari menyatakan yang dimaksudkan dengan Fitnah Sarra’ini
adalah nikmat yang menyenangkan manusia, berupa kesihatan, kekayaan, selamat
dari musibah dan bencana. Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ kerana
ia terjadi disebabkan timbulnya berbagai
maksiat akibat kehidupan mewah, atau kerana kekayaan tersebut menyenangkan
musuh.
Mengenai
Fitnah Duhaima, perkataan duhaima’ merupakan
bentuk tasghir(pengecilan) dari kata dahma’, yang
bererti hitam kelam dan gelap. Fitnah ini akan meluas dan melibatkan seluruh umat ini. Meskipun manusia menyatakan
fitnah tersebut telah berhenti, ia akan terus berlangsung dan bahkan mencapai
puncaknya. [3]
Ada beberapa ciri khusus dari fitnah ini yang
tidak dimiliki oleh fitnah sebelumnya:
·
Fitnah ini akan menghentam semua umat Islam (lebih khusus
lagi bangsa Arab). Tidak seorang pun dari warga Muslim yang terlepas. Fitnah
ini menggunakan lafaz “lathama” yang bererti menghentam, atau memukul bahagian
wajah dengan tapak tangan (menempeleng/menampar). Ini gambaran fitnah yang sangat keras dan
ganas.
·
Fitnah ini akan terus berlangsung, tanpa manusia mengetahui bila ia akan
berakhir. Bahkan ketika ada manusia yang berkata bahawa fitnah itu sudah berhenti,
yang terjadi adalah sebaliknya.
·
Kesan yang ditimbulkan oleh fitnah ini ialah munculnya sekelompok manusia yang
di waktu pagi masih memiliki iman, namun di waktu petang menjadi kafir. Fitnah
ini akan mencabut keimanan seseorang hanya dalam satu hari.
·
Proses kemurtadan pada sebahagian umat Islam berlangsung begitu cepat dalam
tempoh yang tidak diketahui. Manusia
terus berguguran satu persatu dalam kekufuran, dan puncak daripada kejadian ini
ialah manusia terbahagi kepada dua kelompok (fusthathain): Kelompok iman yang
tidak tercampur dengan kenifakan dan kelompok munafik yang tidak memiliki
keimanan.
Benarkah Fitnah Duhaima’ sudah terjadi?
Sebahagian pemerhati hadis fitnah berpendapat bahwa Fitnah Duhaima’ sudah terjadi dan terus berlangsung. Di antara hakikat dari fitnah
tersebut ialah:
Fitnah demokrasi
yang dipaksakan oleh barat kepada dunia. Sebenarnya demokrasi sudah dimulai
dari Perancis pada sekitar abad 18. Ketika itu ideologi demokrasi masih belum
‘laku’. Pada abad 20, bahkan hingga ke awal abad 21, negara barat ‘memaksa’
seluruh dunia menggunakan sistem tersebut sebagai ideologi yang harus dipakai
oleh setiap negara.
Ideologi yang
menjadikan keputusan berada di tangan rakyat tanpa memperhatikan apakah ia sesuai
dengan hukum Islam atau bertolak ke belakang, jelas merupakan sebuah ideologi
kufur yang ditentang oleh para ulama. Kekafiran sistem ini menolak
`penglibatan` Allah dalam sesuatu keputusan undang-undang.
Ideologi ini
menjangkiti beberapa negara dengan majoriti Muslim yang sebelumnya menolak
untuk dijadikan sebagai landasan bernegara.
Pendapat lain pula
ialah fitnah perang terhadap terorisme yang sebenarnya bererti perang terhadap
Islam dan umat Islam, khususnya umat Islam yang memiliki jalan jihad sebagai
cara untuk menegakkan agama (iqamatuddin).
Dalam hal ini, jika Fitnah Duhaima’ diertikan dengan fitnah
demokrasi, maka fenomena terjerumusnya umat pada kekufuran juga sangat nyata.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, demokrasi merupakan ideologi
kufur yang tidak memerlukan campur tangan Allah dalam urusan manusia dengan
dunianya. Keengganan sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum Allah sebagai
aturan hidup dan menjadikan pendapat majoriti sebagai acuan dalam mengambil
setiap aturan hidup merupakan bentuk kesyirikan nyata. Dengan demikian, besar
kemungkinan semua pihak yang turut mengambil bahagian dalam tegaknya sistem
demokrasi ala barat ini akan terjerumus dalam lubang kekafiran. Dan hakikat seperti ini tidak disedari oleh kebanyakan manusia. Wal
iyadz billah.
Wallahu A’lam bish shawab, untuk sementara pendapat tentang Fitnah Duhaima’
yang bermakna ideologi demokrasi sekular liberal dan perang melawan umat Islam
atas nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih
dekat kepada kebenaran dari pada fitnah televisi dan hiburan. Dan sesungguhnya,
pemaksaan ideologi demokrasi sekular liberal sebenarnya juga memiliki hubungan
yang sangat erat dengan fitnah terorisme ini. Kerana pemaksaan demokrasi sekular
liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap konsep khilafah dan
kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah yang hari ini menjadi cita-cita
kelompok yang dituduh sebagai teroris itu. Wallahu A’lam bish shawab.
Dajal keluardi hujung Fitnah
Duhaima’?
Berdasarkan riwayat di atas, Dajjal akan
keluar untuk kali terakhir di hujung Fitnah Duhaima’ ini. Lalu,
jika benar fitnah demokrasi dan perang melawan terorisme merupakan Fitnah
Duhaima’, di mana kaitannya dengan kemunculan Dajjal dan bagaimana kita
dapat mengetahuinya?
Jika melihat dari periodesasi umat Islam
yang dimulai dari fasa nubuwah, kemudian fasa khilafah nabawiyah (khulafaaur
rasyidin), kemudian fasa mulkan adhud (yang
dimulai dari bani Umayyah hingga Turki Uthmani), lalu dilanjutkan dengan mulkan
Jabbar (kekuasaan diktator) yang berakhir dengan munculnya ideologi demokrasi,
maka fasa kemenangan ideologi demokrasi merupakan tanda dekatnya janji
Rasulullah saw. akan kemunculan fasa khilafah rasyidah nabawiyah
‘alamiyah (dalam skala antarabangsa). Sebab, Rasulullah saw. menyebut akan
kemunculan khilafah rasyidah ini setelah tumbangnya mulkan jabbar.
Dengan kata lain, kehadiran ideologi demokrasi yang menumbangkan mulkan jabbar
justru menjadi tanda semakin dekatnya kebangkitan Islam yang ditandai dengan
khilafah rasyidah dengan Imam Mahdi sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.[4]
Kemunculan Imam Mahdi dengan ideologi garis
keras dan fundamental yang menginginkan syari’at Islam sebagai satu-satunya
aturan hidup manusia, sudah pasti akan meruntuhkan ideologi demokrasi dengan
semua turunannya (liberalisme, kapitalisme, sekularisme dll), di mana pada hari
ini kesemua isme jahat itu banyak dianuti oleh majoriti negara
berpenduduk Muslim.
Untuk hal itu Rasulullah saw. telah
memberikan janji akan kembalinya Islam ke setiap rumah yang dilewati oleh siang
dan malam. Jika ia menjadi kenyataan, maka jelaslah hubungan kemunculan Dajjal
dan Fitnah Duhaima’ ini.
Saat ini, setiap seorang daripada kita (walau
dari kelompok manapun) terus berusaha untuk menjadi Muslim terbaik dan terdekat
dengan sunnah Rasulullah saw.
Sesiapa yang bergabung dan mendukung
Al-Mahdi, dialah mukmin sejati dan sesiapa yang menolak –dengan alasan apapun-
maka dia adalah munafik sejati. Itulah makna sehingga
manusia terbahagi menjadi dua golongan; golongan beriman yang tidak mengandung
kemunafikan dan golongan munafik yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah
terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau esoknya.[5]
Rujukan:
[1] HR. Abu Dawud, Kitabul
Fitan no. 4242, Ahmad 2/133, Al-Hakim 4/467, Dishahihkan Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 4194, Silsilah
Ahadits Shahihah no. 974.
[4] Dalam hal ini, perlu diskusi panjang tentang ‘Apakah Mungkin Khilafah
Rasyidah akan terjadi sebelum kemunculan Imam Mahdi’.
No comments:
Post a Comment